Recent Posts

    Makna Universal Dalam Islam


    BAB I
    PENDAHULUAN
    A. Latar Belakang Masalah
    Allah SWT telah menurunkan agama Islam kepada umat manusia dengan perantaraan nabi-Nya Muhammad SAW. Agama Islam yang merupakan agama universal mengandung aturan-aturan hukum yang langsung dari Allah SWT agar manusia selamat, baik di dunia maupun di akherat.
    Namun seiring berjalannya waktu di zaman globalisasi ini muncul aliran-aliran yang mengatas namakan islam namun melenceng dari ajaran-ajarannya, sebut saja islam liberal atau bisa disebut Neo-Muktazilah atau ajaran yang selalu mengagung-agungkan akal sebagai alat pencari kebenaran dan selalu menolak wahyu.
    Mungkin dengan makalah ini dapat membantu meluruskannya, karena apa yang yang kita bahas nantinya tidak hanya akan membahas islam secara dhahirnya saja akan tetapi islam secara historis dan norma-norma yang terkandung di dalamnya.pembahasan yang nantinya akan menghasilkan jawaban-jawaban yang komprehensif tentang islam.
    B. Rumusan Masalah

    1. Apa Makna Universal Dalam Islam.?
    2. Apa Pengertian Islam Normatif dan Islam Historis.?
    3. Bagaimna Karakteristik Islam Dalam Bidang,Akidah,Ibadah,Sosial dan Pendidikan.?
    BAB II
    PEMBAHASAN

    A. Makna Universal Dalam Islam
    Ajaran Islam tidak ditujukan kepada suatu kelompok atau bangsa tertentu, melainkan sebagai rahmatan lil ‘alamin, sesuai dengan misi yang diemban oleh Rasulullah SAW.Ajaran Islam diturunkan Allah SWT, untuk dijadikan pedoman hidup seluruh manusia dalam mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dengan demikian, hukum Islam bersifat universal, untuk seluruh umat di muka bumi , serta dapat diberlakukan setiap bangsa dan Negara.[1]
    Pada hakikatnya semua pengetian yang di kandung kata Islam menunjuk pengertian umum yang mendasar dan lengkap, serta menuju kepada yang satu, yaitu penyerahan diri atau pasrah kepada Tuhan dengan bentuk dan realisasinya.Dengan demikian Islam adalah sikap hidup yang mencerminkan sikap hidup penyerahan diri, ketundukan, kepasrahan, dan kepatuhan kepada Tuhan. Dengan sikap yang demikian akan dapat mewujudkan kedamaian, keselamatan, kesejahteraan, serta kesmpurnaan hidup lahir batin dunia akhirat.
    Sikap hidup semacam ini sebenarnya bersifat universal, meliputi seluruh jagad raya ini. Namun demikian manusia memiliki akal dan intelektual, sehingga mempunyai kesadaran untuk memilih dan bertindak, atau mempunyai kebebasan, manusia mempunyai kebebasan untuk memilih jalan hidupnya sendiri, memilih jalan hidup atau agama manapun yang ia sukai, dan aturan-aturan dari orang lain yang mendahuluinya. Walaupun demikian kebebasan manusia itu tidaklah mutlak, karena secara alami manusia terikat dan kebebasan dibatasi oleh hukum-hukum Allah yang berlaku di alam ini.
    Sungguhpun demikian manusia ternyata belum cukup arif terhadap batas-batas kebebasan tersebut.Dengan kemampuan dan intelektual semata, manusia tidak mampu memahami sepenuhnya hukum-hukum Allah yang berlaku secarta universal di alam ini.Yang merupakan batasan-batasan bagi kebebasannya. Untuk itulah Allah mengutus Rasul-rasul-Nya, guna menyampaikan petunjuk bagaimana seharusnya manusia hidup di alam atau dunia ini., dan bagaimana manusia menggunakan kebebasannya dalam batas-batas yang aman, demi terwujudnya kehidupan yang selamat, aman, dan sejahtera. Petunjuk dan pedoman hidup yang berasal dari Allah dan disampaikan melalui Rasul-Nya itulah yang disebut dengan ajaran Islam atau agama Islam.
    Sebagaimana kita ketahui bahwa Allah telah mengutus para Rasul-Nya secara silih berganti, sepanjang sejarah dengan membawa ajaran Islam untuk disampaikan kepada umatnya masing-masing. Di antara para Rasul itu terdapat hubungan fungsional satu sama lain, yaitu para Rasul yang datang kemudian berfungsi untuk menyempurnakan dan meluruskan ajaran Islam yang dibawa oleh Rasul sebelumnya. Fungsi menyempurnakan berkaitan dengan keadaan ajaran Islam terdahulu yang sudah tidak relevan dengan keadaan masyarakat dan perubahan serta perkembangan zaman.Sedangkan fungsi meluruskan berkaitan dengan telah terjadinya pemyelewengan dan penyimpangan pelaksanaan ajaran Islam yang dilakukan oleh umat sebelumnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa agama Islam pada hakikatnya, asas dan prinsipnya, adalah satu, tetapi pelaksanaan dan operasionalnya mengalami pertubahan dan perkembangan sesuai dengan perkembangan akal dan intelektual, serta kebudayaan dan peradaban umat manusia.
    Di antara serangkaian Rasul-rasul Allah tersebut, Nabi Muhammad SAW adalah Rasul Allah yang terakhir., yang membawa ajaran Islam dalam bentuknya yang terakhir / final, dan yang merupakan penyempurnaan dan pelurusan kembali ajaran-ajaran Islam yang dibawa oleh para Rasul sebelumnya. Karena itu ajaran Islam yang dibawa oleh Rasul adalah dalam bentuk yang paling sempurna dan yang paling lurus.Misi beliau adalah kepada seluuh umat manusia sepanjang zaman, dan karena itu pula ajaran yang dibawanya bersifat universal (berlaku bagi seluruh umat manusia) dan dinamis (mampu bergerak dan berkembang sesuai dengan perkembangan zaman dan tempat), sungguhpun munculnya sudah empat belas abad yang lalu.
    Nabi Muhammad SAW telah membakukan ajaran agama Islam secara sempurna, sehingga akan terjamin otentitas sekaligus perkembangannya sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman dan tempat. Sistem pembakuan ajaran Islam tersebut adalah sebagai berikut:
    1.  Membukukan secara otentik sumber dasar, pokok-pokok dan prinsip-prinsip ajaran Islam sebagai wahyu dari Allah yang tertuang dalam Al-Qur’an.
    2.  Memberikan penjelasan contoh dan teladan pelaksanaan ajaran Islam secara operasional, dalam kehidupan sosial budaya umatnya, yang kemudian dikenal dengan sebutan As-Sunnah/Al-Hadis.
    3.  Memberikan cara atau metode untuk mengembangkan ajaran Islam secara terpadu dalam kehidupan sosial budaya umat manusia sepanjang sejarah dengan sistem ijtihad.
    Dengan sistem pembakuan terseebut, maka ajaran Islam akan tetap bersifat otentik, sempurna dan bersifat dinamis, yakni sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman dan tempat.
    Al-Qur’an adalah kumpulan otentik dari firman-firman Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril, yang tertulis dalam bahasa Arab, sebagai sumber dasar ajaran Islam. Sebagai kumpulan otentik firman Allah, Al-Qur’an akan tetap otentik sepanjang zaman, dan inilah yang akan menjamin bahwa ajaran Islam akan tetap sempurna dan lurus. As-Sunnah adalah tradisi, kebiasaan, dan praktik-praktik pelaksanaan ajaran Islam yang dilaksanakan, ditetapkan, dan direncanakan Nabi Muhammad SAW sebagai penjelasan secara operasional serta contoh teladan pelaksanaan dari firman-firman Allah SWT sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an. As-Sunnah ini kemudian dibukukan dalam kitab-kitab hadis.Oleh karena itu, As-Sunnah juga merupakan sumber otentik dari ajaran Islam.
    Al-Qur’an sebagai sumber dasar dan As-Sunnah merupakan sumber operasionalnya, sedangkan ijtihad, pada dasarnya, merupakan penggunaan segenap daya dan kemampuan akal dan intelektual manusia untuk memahami, mengambil kebijaksanaan, serta menetapkan hukum terhadap masalah-masalah kehidupan sosial budaya umat manusia yang timbul dalam lingkungan dan tempat serta zaman tertentu. Dengan ijtihad tersebut menjadikan ajaran Islam berkembang secara terpadu dengan perkembangan budaya dan perkembangan peradaban Islam.Dapat pula dikatakan bahwa sistem ijtihad tersebut merupakan sumber dinamika ajaran Islam.
    Dengan berdasar pada ketiga sumber tersebut, yakni Al-Qur’an sebagai sumber dasarnya, as-Sunnah sebagai sumber operasionalnya, dan ijtihad sebagai sumber dinamikanya, maka ajaran Islam mengalami pertumbuhan dan perkembangan sepanjang sejarahnya, sehingga mewujudkan dan membentuk suatu sistem kebudayaan dan peradaban yang lengkap dan sempurna secara dinamis, yang meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Dalam naungan sistem dan lingkungan budaya serta peradaban Islam yang demikian itulah, maka manusia akan mendapatkan kehidupan yang jaya, aman, dan sejahtera, itulah kehidupan Islam yang universal dan dinamis yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.[2]
    B. Pengertian Islam Normatif dan Islam Historis
    Kata Normatif berasal dari bahasa Inggris norm yang berarti norma ajaran, acuan, ketentuan tentang masalah yang baik dan buruk yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan.
    Sedangkan menurut istilah, Islam Normatif adalah islam pada dimensi sakral yang di akui adanya realitas transendetal yang bersifat mutlak dan universal melampaui ruang dan waktu atau sering disebut realitas ke-Tuhan-an.
    Sementara kata Historis, Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, historis yaitu berkenaan dengan sejarah, bertalian atau ada hubunganya dengan masa lampau. Sedangkan historisitas yaitu segala sesuatu yang berhubungan dengan sejarah, kesejarahan.
    Sedangkan menurut istilah, Islam Historis adalah Islam yang tidak bisa dilepaskan dari kesejarahan dan kehidupan manusia yang berada dalam ruang dan waktu.
    Dari pengertian demikian kita dapat mengatakan bahwa yang dimaksud dengan sejarah Islam adalah peristiwa atau kejadian yang sungguh-sungguh terjadi yang seluruhnya berkaitan dengan ajaran Islam diantara cakupannya itu ada yang berkaitan dengan sejarah proses pertumbuhan, perkembangan dan penyebarannya, tokoh-tokoh yang melakukan pengembangan dan penyebaran agama Islam tersebut,  sejarah kemajuan dan kemunduran yang di capai umat Islam dalam berbagai bidang,seperti dalam bidang pengetauan agama dan umum, kebudayaan, arsitektur, politik, pemerintahan, peperangan, pendidikan, ekonomi dan lain sebagainya.
    Dari semua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa islam secara Normativitas adalah Islam ditinjau dari Wahyu Allah Swt yaitu Al-Quran dan Hadist Nabi, sementara islam secara historitas adalah islam ditinjau dari segi sejarah, mulai sejak abad Nabi Muhammad SAW sampai sekarang.[3]
    C. Karakter Ristik Islam Dalam Berbagai Bidang[4]
    1. Dalam Bidang Aqidah
    Ajaran Islam sebagaimana dikemukakan Maulana Muhammad Ali, dibagi kepada dua bagian, yaitu bagian teori atau yang lazim disebut rukun iman, dan bagian praktek yang mencakup segala yang harus dikerjakan oleh orang Islam, yakni amalan-malan yang harus dijadikan pedoman hidup. Bagian pertama disebut ushul (pokok) dan bagian kedua furu’. Kata ushul adalah jamak dari ashl artinya pokok atau asas; adapun kata furu’ artinya cabang. Bagian pertama disebut aqa’id artinya kepercayaan yang kokoh, adapun bagian kedua disebut ahkam.
    Karakteristik Islam yang dapat diketahui melalui akidah ini adalah bahwa akidah Islam bersifat murni baik dalam isinya maupun prosesnya. Akidah Islam diyakini dan diakui sebagai Tuhan yang wajib disembah hanya Allah. Keyakinan tersebut sedikitpun tidak boleh diberikan kepada yang lain, karena akan berakibat musyrik yang berdampak pada motivasi kerja yang tidak sepenuhnya didasarkan atas panggilan Allah. Dalam prosesnya keyakinan tersebut harus langsung, tidak boleh melalui perantara. Akidah demikian itulah yang akan melahirkan bentuk pengabdian hanya kepada Allah, yang selanjutnya berjiwa bebas, merdeka dan tidak tunduk pada manusia dan lainnya yang menggantikan posisi Tuhan.
    Akidah dalam Islam meliputi keyakinan dalam hati tentang Allah sebagai Tuhan yang wajib disembah; ucapan dengan lisan dalam bentuk dua kalimat syahadat yaitu menyatakan tidak ada Tuhan selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad sebagai utusan-Nya; perbuatan dengan amal saleh. Akidah demikian itu mengandung arti bahwa dari orang yang beriman tidak ada rasa dalam hati, atau ucapan dan perbuatan melainkan secara keseluruhan menggambarkan iman kepada Allah, yakni tidak ada niat, ucapan, dan perbuatan yang dikemukakan orang yang beriman itu kecuali yang sejalan dengan kehendak Allah.
    2. Dalam Bidang Ibadah
    Karakteristik ajaran Islam selanjutnya dapat dikenal melalui konsepsinya dalam bidang ibadah. Secara harfiah ibadah berarti bakti manusia kepada Allah saw., karena didorong dan dibangkitkan oleh aqidah tauhid. Ibadah ada yang umum dan ada yang khusus. Yang umum ialah segala amalan yang diizinkan Allah. Sedangkan yang khusus ialah apa yang telah ditetapkan Allah akan perincian-perinciannya, tingkat dan cara-caranya yang tertentu.
    Ibadah yang dibahas dalam bagian ini adalam ibadah yang khusus. Dalam Yurisprudensi Islam telah ditetapkan bahwa urusan ibadah tidak boleh ada “kreativitas”, sebab yang membentuk suatu ibadah dalam Islam dnilai sebagai bid’ah yang dikutuk Nabi sebagai kesesatan. Misalnya: bilangan salat lima waktu serta tata cara mengerjakannya, ketentuan ibadah haji dan tata cara mengerjakannya, termasuk masalah ibadah yang tata cara mengerjakannya telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
    Ketentuan ibdah demikian itu termasuk salah satu bidang ajaran Islam dimana akal manusia tidak perlu campur tangan, melainkan hak dan otoritas Tuhan sepenuhnya. Kedudukan manusia dalam hal ini mematuhi, mentaati, melaksanakan, dan menjalankannya dengan penuh ketundukan pada Tuhan sebagai bukti pengabdian dan rasa terima kasih kepada-Nya.
    3. Dalam Bidang Pendidikan
    Sejalan dengan bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan tersebut di atas, Islam juga memiliki ajaran yang khas dalam bidang pendidikan. Islam memandang bahwa pendidikan adalah hak bagi setiap orang (education for all), laki-laki atau perempuan; dan berlangsung sepanjang hayat (long life education). Dalam bidang pendidikan Islam memiliki rumusan yang jelas dalam bidang tujuan, kurikulum, guru, metode, sarana, dan lain sebagainya. Semua aspek yang berkaitan dengan pendidikan ini dapat dipahami dari kandungan surat al-Alaq sebagaimana disebutkan di atas. Di dalam al-Qur’an dapat dijumpai berbagai metode pendidikan, seperti metode ceramah, tanya jawab,  diskusi, demonstrasi, penugasan, teladan, pembiasaan, karya wisata, cerita, hukuman, nasihat, dan sebagainya. Berbagai metode tersebut dapat digunakan sesuai dengan materi yang diajarkan, dan dimaksudkan demikian agar pendidikan tidak membosankan anak didik.
    4. Bidang Sosial
    Selanjutnya karakteristik ajaran Islam dapat dilihat dari ajarannya di bidang sosial. Ajaran Islam di bidang sosial ini termasuk yang paling menonjol karena seluruh bidang ajaran Islam sebagaimana telah disebutkan di atas pada akhirnya ditujukan untuk kesejahteraan manusia. Namun khusus dalam bidang sosial ini Islam menjunjung tinggi tolong-menolong, saling menasihati tentang hak dan kesabaran, kesetiakawanan, egaliter (kesamaan Derajat), tenggang rasa dan kebersamaan. Ukuran ketinggian derajat manusia dalam pandangan Islam bukan ditentukan oleh nenek moyangnya, kebangsaannya, warna kulit, bahasa, kelamin dan sebagainya yang berbau rasialis. Kualitas dan ketinggian derajat seseorang ditentukan oleh ketakwaannya yang ditunjukkan oleh prestasi kerjanya yang bermanfaat bagi manusia. Atas dasar ukuran ini, maka dalam Islam semua orang memiliki kesempatan yang sama. Mobilitas vertikal dalam arti yang sesungguhnya ada dalam Islam, sementara sistem kelas yang menghambat mobilitas sosial tersebut tidak diakui keberadaannya. Seseorang yang berprestasi sungguhpun berasal dari kalangan bawah, tetap dihargai dan dapat meningkat kedudukannya serta mendapat hak-hak sesuai dengan prestasi yang dicapainya.
    Menurut penelitian yang dilakukan Jalaluddin Rahmat, Islam ternyata agama yang menekankan urusan muamalah lebih besar daripada urusan ibadah. Islam ternyata banyak memperhatikan aspek kehidupan sosial daripada aspek kehidupan ritual. Islam adalah agama yang menjadikan seluruh bumi ini masjid, tempat mengabdi kepada Allah. Muamalah jauh lebih luas daripada ibadah (dalam arti khusus). Hal demikian dapat kita lihat misalnya bila urusan ibadah bersamaam waktunya dengan urusan sosial yang penting, maka ibadah boleh diperpendek atau ditangguhkan (diqashar atau dijama’ dan bukan ditinggalkan). Dalam hadisnya Rasulullah SAW. mengingatkan imam supaya memperpendek shalatnya, bila di tengah jama’ah ada yang sakit, orang lemah, orang tua, atau orang yang mempunyai keperluan. Istri Rasulullah Saw. Siti Aisyah mengisahkan: Rasulullah SAW. berjalan membuka pintu, kemudian kembali ke tempat salatnya. Hadis ini diriwayatkan oleh lima orang perawi, kecuali ibn Majah.
    Selanjutnya Islam menilai bahwa ibadah yang dilakukan secara berjama’ah atau bersama-sama dengan orang lain nilainya lebih tinggi daripada salat yang dilakukan secara perorangan, dengan perbandingan 27 derajat.
    Dalam pada itu Islam menilai bila urusan ibadah dilakukan tidak sempurna atau batal, karena mendengar pantangan tertentu, maka kifarat (tebusannya) adalah dengan melakukan sesuatu yang berhubungan dengan urusan sosial. Bila puasa tidak mampu dilakukan karena sakit yang menahun dan sulit diharapkan sembuhnya, maka boleh diganti dengan fidyah (tebusan) dalam bentuk memberi makan bagi orang miskin. Sebaliknya, bila orang tidak baik dalam urusan muamalah, urusan ibadahnya tidak dapat menutupnya. Yang merampas hal orang lain tidak dapat menghapus dosanya dengan salat tahajjud. Orang yang berbuat dzalim tidak akan hilang dosanya dengan membaca zikir seribu kali. Bahkan dari beberapa keterangan, kita mendapatkan kesan bahwa ibadah ritual tidak diterima Allah, bila pelakunya melanggar norma muamalah.
    D. Sifat Dasar Ajaran Islam
    Konsep dasar ajaran islam adalah seluruh alam semsta diciptakan oleh Allah SWT yang merupakan Tuhan dan Penguasa Alam Semesta, dan dia pula yang mengcukupinya. Diciptakannya manusia, dan masing-masing manusia diberi umur tertentu, Allah SWT telah menentukan kode kehidupan tertentu yang paling bagi manusia, tetapipada saat yang sama manusia diberi kebebasan untuk memilih. Apakah akan menerima atau menginkari dasar kehidupannya sendiri. Ajaran Islam memiliki sifat khas yang berbeda dengan ajaran agama lainnya yang menjadikannya menarik bagi manusia sepanjang umur dan zaman.[5]
    Sifat Dasar Ajaran Islam antara lain:
    1. Kesederhanaan, Rasionalitas, dan Praktis
    Islam tidak memiliki mitologis, ajarannya cukup sedrhana dan dapat dipahami. Ajaran Islam bersifat rasional yang dapat dijelaskan oleh logika dan penalaran, islam merangsang pemeluknya mempergunakan akal serta mendororng pemakaian intelek, sehingga jelaslah bahwa islam merupakan agama yang praktis dan tidak memprbolehkan manusia berpuas diri dalam kesia-siaan.
    2. Kesatuan antara Materi dan Rohani
    Islam mendorong manusia untuk mencapai kepuasan dalam kehidupan, tidak memisahkan yang material dengan yang moral, yang dunia dengan yang ukhrowi, dan mengajak manusia agar selalu mencurahkan tenaga untuk mengkontruksikan kehidupan atas dasar moral; yang sehat. Dengan demikian islam menyuruh untuk memadukan antara kehidupan moral dan materi. Sehingga keduanya saling selaras dan memberi kemamfa’atan, bukan dengan kehidupan Asketisme (Kepertapaan) maupun dengan idiologi materialistik yang dapat mengabaikan sisi moral dan spiritual kehidupan.
    3. Sebuah Cara Hidup yang Lengkap
    Islam memberikan tuntunan bagi seluruh aspek kehidupan baik pribadi dan sosial, moral dan material, ekonomi dan politik, legal dan kultural, serta nasional dan internasional.
    4. Keseimbangan antara Pribadi dan Masyarakat
    Islam menciptakan keserasian dan keseimbangan anatara individualisme dan kolektivisme, keduanya mempunyai hak dan kewajiban sehingga harus ditunaikan secara selaras dan sebaik-baiknya.
    5. Universalitas dan Humanisme
    Islam bersifat menyeluruh dan sangat menjunjung tinggi kemanusiaan, menghendaki perdamaiaan dan persatuan umat.
    6. Keajegan dan Perubahan
    Yang dimaksud Keajegan dalam islam bukan berarti kaku, datar dalam setiap hal. Islam bisa menerima perubahan, keduanya harus dijalankan secara seimbang, sehingga prinsip islam tetap ada tanpa terganggu oleh perubahan yang ada.
    BAB III
    PENUTUP

    A. KESIMPULAN
    Islam Normatif adalah islam pada dimensi sakral yang di akui adanya realitas transendetal yang bersifat mutlak dan universal melampaui ruang dan waktu atau sering disebut realitas ke-Tuhan-an. Islam Historis adalah Islam yang tidak bisa dilepaskan dari kesejarahan dan kehidupan manusia yang berada dalam ruang dan waktu.
    Ajaran Islam tidak ditujukan kepada suatu kelompok atau bangsa tertentu, melainkan sebagai rahmatan lil ‘alamin, sesuai dengan misi yang diemban oleh Rasulullah SAW.Ajaran Islam diturunkan Allah SWT, untuk dijadikan pedoman hidup seluruh manusia dalam mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dengan demikian, hukum Islam bersifat universal, untuk seluruh umat di muka bumi , serta dapat diberlakukan setiap bangsa dan Negara.
    Islam juga mempunyai Moralitas yang kukuh dan menyeluruh, prinsip dasarnya dan ajaran-ajarannya bersifat selaras dan seimbang. Islam juga mengenal adanya berbagai pembaharuan atau modernisitas akibat adanya kemajuan Ilmu pengetahuan dan Tekhnologi, tetapi pembahruan yang dimaksud bukan dengan meninggalkan prinsip pokok ajaran islam atau aturan-aturan yang telah ditentukan oleh Allah SWT, akan tetapi dengan meninggalkan tradisi lama.
    DAFTAR PUSTAKA

    Dr. H. Ali Anwar Yusuf, M.Si., Studi Agama Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2003)
    http://jawigo.blogspot.com/2010/10/normativitas-dan-historisitas-dalam.html. Makalah-Ibnu.blogspot.com
    Prof. Dr. Muhaimin, MA, Kawasan dan Wawasan Studi Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2005)
    https://abdain.wordpress.com/2010/01/23/karakteristik-ajaran islam/karya Abuddin Nata dalam buku Metodologi Studi Islam
    Khursyid Ahmad, Prinsip-Prinsip Pokok Islam, (Jakarta:CV. Rajawali, 1989)

    [1] Dr. H. Ali Anwar Yusuf, M.Si., Studi Agama Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2003), 17
    [2]Prof. Dr. Muhaimin, MA, Kawasan dan Wawasan Studi Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2005), 79
    [3]http://jawigo.blogspot.com/2010/10/normativitas-dan-historisitas-dalam.html.di akses tgl 1 november hari selasa jam 02:00
    [4] https://abdain.wordpress.com/2010/01/23/karakteristik-ajaran-islam/ karya Abuddin Nata dalam buku Metodologi Studi Islam di akses tgl 1 november hari selasa jam 02:00

    [5] Khursyid Ahmad, Prinsip-Prinsip Pokok Islam, (Jakarta:CV. Rajawali, 1989) Hal:89





















































































    Iklan Atas Artikel

    Iklan Tengah Artikel 1

    Iklan Tengah Artikel 2

    Iklan Bawah Artikel