Recent Posts

    tingkah laku terpuji


    BAB I
    PENDAHULUAN
    A. Latar Belakang
    Allah SWT telah menciptakan manusia dalam bentuk yang paling baik dibandingkan makhluk lainnya yang ada di muka bumi ini. Manusia lebih sempurna dibandingkan dengan binatang. Berbeda dengan binatang, manusia diberi oleh Allah berupa fitriyah, khawasiyah, dan akliyah. Dengan menggunakan akliyah manusia dapat membedakan baik dan buruk sehingga dapat memiliki ahlak yang terpuji dan ahlak yang tercela.
    Sebagai manusia yang sempurna dan sebagai khalifah di muka bumi ini maka manusia di tuntut untuk beraklak terpuji karena dengan aklak terpuji maka manusia akan selamat di dunia dan akhirat dan hendaklah berakhlak terpuji dimanapun berada dimulai dengan berbuat baik terhadap diri sendiri ,lingkungan keluarga dan masyarakat, dan salah satu akhlak terpuji yang harus dimiliki setiap manusia adalah besikap jujur karena kejujuran itu membawa kebaikan.
    B. Rumusan Masalah
    1. Pengertian dari pentingnya kejujuran
    2. Kejujuran membawa kebajikan
    3. Orang yang jujur dapat pertolongan Allah
    C. Tujuan
    1. mengetahui pentingnya kejujuran.
    2. mengetahui bahwasannya kejujuran itu membawa kebajikan.
    3. menyadari bahwa kejujuran menyebabkan seseorang memperoleh pertolongan Allah.
    BAB II
    PEMBAHASAN
    A. Pengertian Jujur
    Jujur adalah sebuah kata yang telah dikenal oleh hampir semua orang. Bagi yang telah mengenal kata jujur mungkin sudah tahu apa itu arti atau makna dari kata jujur tersebut. Dengan memahami makna kata jujur ini  maka mereka akan dapat menyikapinya. Namun masih banyak yang tidak tahu sama sekali dan ada juga hanya tahu maknanya secara samar-samar. Indikator kearah itu sangat mudah ditemukan yakni   masih saja banyak orang belum jujur  jikadibandingkan dengan orang  yang telah jujur.  Berikut ini saya akan mencoba memberikan penjelasan  sebatas kemampuan  saya tetang makna dari kata jujur ini.
    Kata jujuradalah kata yang digunakan untuk menyatakan sikap seseorang. Jika ada seseorang berhadapan dengan sesuatu atau fenomena maka orang itu akan memperoleh  gambaran tentang  sesuatu  atau fenomena tersebut. Jika  orang  itu  menceritakan informasi tentang  gambaran  tersebut kepada orang lain tanpa ada “perobahan” (sesuai dengan realitasnya ) maka sikap yang seperti itulah yang disebut dengan jujur.[1]
    B. Pentingnya Kejujuran
    عنالنواسبنسمعانرضىاللهعنهقالسألترسولاللهصلىاللهعليهوسلمعنالبروالإثمفقال : البرحسنالخلق. والإثمماحاكفىصدرك. وكرهتأنيطلععليهالناس. {رواهمسلم}
    Dari Nawwas ibn Sam’an RA berkata : Aku bertanya kepada Rasul Allah Saw tentang al-bir dan al-itsm. Nabi Saw menjawab : al-bir itu adalah berakhlak baik, sedangkan al-itsm adalah sesuatu yang tergores di dalam hatimu dan kamu tidak akan senang bila orang lain mengetahuinya. (HR. Muslim)[2]
    Kebaikan itu berada dalam kebaikan akhlak. Hal ini karena seorang yang berakhlak akan senantiasa menampakkan perbuatannya yang baik dan meninggalkan perbuatan yang buruk.
    Maksiat itu, akan meragukan hati pelaku karena tuntutan hawa nafsu dan dosa. Ia sendiri merasa tidak senang, bila keadaannya dilihat orang-orang karena takut tercela.
    Kata lain yang seiring dengan makna al-bir adalah al-ma’ruf. Makna asal al-ma’ruf adalah yang dikenali. Ia sering diartikan dengan kebaikan, karena kebaikan itu dikenali semua orang. Karena itulah ada perasaan tidak senang bila perbuatan buruk diketahui orang banyak, karena orang banyak mengetahuinya bahwa perbuatan itu buruk. Oleh karena itu seseorang tertutup oleh pengaruh hawa nafsunya, maka perbuatan itu dilakukannya juga walaupun secara terpaksa menyalahi keinginan hatinya yang suci.[3]
    Kejujuran merupakan suatu pondasi yang mendasari iman seseorang, karena sesungguhnya iman itu adalah membenarkan dalam hati akan adanya Allah. Jika dari hal yang kecil saja ia sudah terlatih untuk jujur maka untuk urusan yang lebih besar ia pun terbiasa untuk jujur.
    Ketika  seseorang selalu berkata jujur dan berbuat benar, maka akan diterima ucapannya di hadapan orang-orang dan diterima kesaksiannya di hadapan para hakim serta disenangi pembicaraanya. Sebaliknya, bagi mereka yang selalu berlaku dusta dalam hidupnya, maka ia tidak akan memliki pandangan yang baik oleh orang-orang di sekitarnya.
    عَنْ أَبِي أُمَامَةَ البَاهِليِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَنَا زَعِيمٌ ببَيْتٍ فِي رَبْضِ الجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ المِرَاءَ، وَإنْ كَانَ مُحِقّاً، وَبِبَيْتٍ في وَسَطِ الجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الكَذِبَ، وَإنْ كَانَ مَازِحاً، وَبِبَيْتٍ في أعلَى الجَنَّةِ لِمَنْ حَسُنَ خُلُقُهُ». ﴿رَوَاهُ أَبُو دَاوُد بِإِسْنَادٍ صَحِيْحٍ﴾
    Dari Abu Umamah al-Bahiliy, ia berkata, “Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Aku akan menjamin suatu rumah di tepi surga bagi seseorang yang meninggalkan perdebatan meskipun benar. Aku juga menjamin rumah di tengah surga bagi seseorang yang meninggalkan kedustaan meskipun di saat bergurau, Dan aku juga menjamin rumah di surga yang paling tinggi bagi seseorang yang berakhlak baik.” (HR. Abu Daud)
    Hadis ini menerangkan tiga perilaku penting yang mendapatkan jaminan surga dari Rasullullah bagi mereka yang memilikinya. Tentu saja, ketiga perilaku ini harus diiringi berbagai kewajiban lainnya yang telah ditentukan Islam. Ketiga perilaku tersebut adalah:
    1. Orang yang meninggalkan perdebatan meskipun ia benar
    Berdebat atau berbantah-bantahan adalah suatu pernyataan dengan ,maksud untuk menjadikan orang lain memahami suatu pendapat atau mengurangi kewibawaan lawan debat dengan cara mencela ucapannya sekalipun orang yang mendebatnya itu tidak tahu persis permasalahan, karena kebodohannya. Dan yang lebih ditonjolkan dalam berdebat adalah keegoannya sendiri sehingga ia berusaha mengalahkan lawan. debatnya dengan berbagai cara. Sebenamya, tidak semua bentuk perdebatan dilarang dalam Islam apalagi kalau berdebat dalam mempertahankan aqidah. Hanya saja, perdebatan seringkali membuat orang lupa diri, terutama kalau perdebataninya dilandasi oleh keegoan masin-masing, bukan didasarkan pada keinginan untuk mencari kebenaran. Tidak sedikit orang yang memiliki ego sangat tinggi clan tidak mau dikalahkan oleh orang lain ketika berdebat walaupun dalam hatinya ia merasa kalah. Tipe orang seperti itu, biasanya selalu berusaha untuk mempertahankan idenya dengan cara apapun. Kalaupun dilayani, yang teriadi- bukan lagi adu mulut melainkan adu fisik. Oleh karena itu, perdebatan hendaknya dihindari karena berbahaya dan dianggap salah satu perbuatan sesat. Adapun dalam menghadapi orang yang selalu ingin menang dalam setiap perdebatan, Nabi menganjurkan umatnya untuk meninggalkannya, dan membiarkannya beranggapan bahwa dia menang dalam perdebatan tersebut. Dengan berperilaku seperti itu, bukan berarti kalah dalam perdebatan tersebut, melainkan menang di sisi Allah dan mendapat pahala yang besar, sebagaimana Nabi menyatakan bahwa dijaminkan surga baginya.
    2. Orang yang tidak berdusta meskipun bergurau
    Berdusta adalah menyatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataan sebenarnya. Dusta sangat dilarang dalam islam. Karena selain merugikan orang lain, juga merugikan orang lain. Sebaliknya, islam sangat menghargai orang yang bersifat jujur walupun dalam bercanda. Orang-orang yang selalu jujur, sekli pun dalam bercanda sebagaimana di sebutkan dalam hadis diatas dijaminkan oleh rasuallah saw. Satu tempat ditengah surge.
    3. Orang yang baik budi pekertinya
    Sifat lainnya yang meningkatkan derajat seseorang disisi Allah saw. Dan juga dalam pandangan manusia adalah akhlak terpuji. Sifat orang yang berakhlak mulia, diantaranya adalah bermuka manis, berusaha untuk membantu orang lain dalam perkara yang baik, serta menjaga diri dari perbuatan jahat. Orang yang memiliki sifat seperti itu selain dijanjikan surga sebagaimana dinyatakan dalam hadis diatas, juga dianggap sebai orang yang paling baik diantara sesama manusia lain.[4]
    Kesimpulan dari hadis diatas sesuai kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan dalam hadis diatas, yang diriwayatkan oleh abu dawud dengan sanad yang shahih itu bahwasannya ada tiga perilaku dalam  pergaulan dimasyarakat, yaitu meninggalkan perdebatan meskipun ia benar, tidak berdusta meskipun bergurau, dan baik budi pekertinya. Bahwasannya dalam hadis tersebut dilarang untuk berdebat  dengan dilandasi keegoan, berdebat yang benar ialah di dasarkan pada keinginan untuk mencari kebenaran.
    Dalam hadis ini juga menjelaskan bahwa tidak boleh berdusta meskipun bergurau, karena dusta itu perbuatan tercela walupun tujuan bergurau itu mengundang tawa orang. Alasan apapun bergurau dengan dilandasi kebohongan tetap dilarang dalam islam. Dalam hadis ini juga mengajarkan manusia untuk memiliki sifat budi pekerti yang baik. Karena orang yang baik budi pekertinya akan ditingkatkan derajatnya disisi Allah Swt dan juga di janjikan surga  serta dianggap sebagai orang yang paling baik diantara sesama manusia yang lain.
    Kejujuran adalah melakukan tindakan sesuai dengan hati nurani. Sesuai dengan hati nurani kita. Saya percaya hati nurani manusia adalah sesuatuyang suci berasal dari sang Pencipta Alam Semesta.Hati nurani selalu suci untuk melakukan apa yang menjadi baik dan buruk.Hati nurani selalu membuat yang terbaik untuk dilaksanakan. Bila tidak sesuai hati nurani maka anda telah berbohong.Jujur memang mudah untuk dibicarakan tapi sangat sulit untuk dilaksanakan. Hati nurani ibaratnya adalah seorang malaikat dan betapa pentingnya arti sebuah kejujuran.
    C. Kejujuran Membawa Kebajikan
    حَدِيثُ عَبْدِ الله بْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «إِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى البِرِّ، وَإِنَّ البِرَّ يَهْدِي إِلَى الجَنَّةِ، وإِنَّ الرَّجُلَ لَيَصْدُقُ حَتَّى يَكُونَ صِدِّيقًا. وَإِنَّ الكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الفُجُورِ، وَإِنَّ الفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ الله كَذَّابًا. ﴿أَخْرَجَهُ البُخَارِيّ﴾
    Dari Abdullah ibn Mas’ud RA dari Nabi Saw berkata :Sungguh kejujuran itu menunjukkan pada kebaikan dan kebaikan itu menunjukkan jalan ke surga, dan sungguh seorang itu benar jujurnya sampai ia kenal seorang yang jujur, dan sungguh dusta itu akan menunjukkan jalan keburukan, dan keburukan itu menunjukkan jalan ke neraka, dan sungguh seseorang yang benar berbohong sampai ia kenal seorang pendusta. (HR. Bukhari)[5]
    Kandungan hadits tersebut bahwa kejujuran adalah puncak keutamaan yang menjadikan dasar tegaknya masyarakat, tertibnya segala urusan, dan perjalanan hidup yang terpuji. Kejujuran juga akan mengagkat tinggi martabat seseorang dihadapan orang banyak, tempat kepercayaan, dicintai orang banyak, perkataan terhormat di sisi penguasa dan persaksian yang diterima di majelis hakim. Karena itu, Rasulullah Saw menyuruh umatnya, dan QS. At-Taubah Ayat 119, Mengisyaratkannya
    يا ايهاالذين امنوا اتقوا الله وكونوا مع الصادقين.
    Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu sekalian kepada Allah dan jadilah kamu beserta orang-orang yang jujur.
    Wilayah kejujuran itu berada pada ; perkataan, keyakinan, dan perbuatan. Jujur dalam perkataan adalah adanya persesuaian pada setiap perkataan dengan hatinya. Seseorang yang jujur tidak akan berbicara, tanpa ilmu. Jujur dalam keyakinan adalah diterapkannya hukum-hukum pokok, seperti tauhid Allah pada realitas, realitas dihukumi sesuai dengan kehendaknya, Allah tempat bermula berakhir segala sesuatu, tidak ada keyakinan sekutu bagi-Nya. Jujur dalam perbuatan adalah nampak dari luar sesuai dengan gambaran dengan jiwa. Karena itu diperlukan keikhlasan karena Allah.[6] Rasulullah Saw bersabda :
    عليكم بالصدق فإن الصدق يهدي إلى البر وإن البر يهدي إل الجنة. وما يزال الرجل يصدق ويتحرى الصدق حتى يكتب عند الله صديقا. وإيّكم والكذب فإنّ الكذب يهدي إلى الفجور وإنّ الفجور يهدي إلى النار.وما يزال الرجل يكذب ويتحرّى الكذب حتى يكتب عند الله كذّابا.
    Hendaklah kamu berbuat jujur, karena sesungguhnya kejujuran itu dapat mengantar kepada kebaikan, dan kebaikan itu dapat mengantarkan kebaikan, dan kebaikan itu dapat mengantarkan ke surga. Seseorang yang senantiasa jujur dan berusaha sekuat tenaga untuk jujur, maka ia di catat Allah sebagai orang yang sangat jujur. Hindarilah perbuatan dusta, karena dusta itu dapat mengantarkan kepada dosa, dan dosa itu mengantar ke neraka. Seseorang yang senantiasa dusta, dan berusaha untuk selalu dusta maka Allah mencatatnya sebagai tukang dusta. (HR. Bukhari dan Muslim).
    Bentuk kejujuran itu ada lima :
    1. Ash-shidqu fillisaan, benar atau jujur dalam perkataan.
    2. Ash-shidqu fin niyati wal iraadati, benar dalam niat dan keinginan.
    3. Ash-shidqu fil’azmi wal wafaa-ibihi, benar dalam berikrar untuk kebaikan dan pelaksanaannya.
    4. Ash-shidqu fil’amaali, benar atau sungguh-sungguh dalam perbuatan.
    5. Ash-shidqu fii maqaamatiddiin, benar dalam menegakkan dan menjalankan perintah agama.[7]
    Nabi Saw mengarahkan agar dari sifat jujur itu bisa membawa pada berbagai keabaikan sebagai ladangnya berbagai keutamaan yang akan mengantarkan pada kehidupan surgawi. QS. Al –Infithar : 13 Mengungkapkan :
    ان الأبر ار لفى نعيم.
    Sungguh orang-orang yang berbuat berbagai kebajikan, benar-benar berada dalam surga yang penuh kenikmatan.
    Untuk sampai ketingkat itu, Rasul Saw menjelaskannya melalui tuntunan akhlak dalam berbagai hal, sebagaimana pendidikan dan latihan secara berulang-ulang. Semuanya, dimaksudkan untuk menuju keteguhan hati dan kekuatan jiwa yang pada akhirnya, kepribadian yang berwujud pada perbuatan lahir akan senantiasa mudah dilakukan.
    Allah akan mencatat setiap orang yang berkepribadian jujur, masuk dalam kelompok shiddiqin. Hal ini merupakan permakluman dari Allah berupa kabar gembira, sebutan yang tinggi sebagai kehormatan, keagungan dan kebesaran mereka yang jujur.[8]
    Kesimpulan dari hadis diatas sesuai kaitannya dengan berbagai aspek kehidupanPada perinsipnya hadis diatas memberikan makna bahwa, setiap perbuatan akan mendapatkan imbalan sesuai dengan perbuatannya, Siddiq sebagai cerminan kebaikan, Dusta merupakan gambaran setiap yang jahat.
    Jika seorang berusaha untuk berkata benar, manfaatnya bukan hanya bagi dirinya tetapi juga bagi orang lain. Begitupun sebaliknya, jika seseorang berkata dusta, perbuatnnya itu selain merugikan dirinya juga merugikan orang lain karena tidak akan ada lagi orang yang mempercayainya. Padahal kepercayaan seseorang sulit menemukan kesuksesan, bahkan tidak mustahil hidupnya akan cepat hancur.
    Oleh karena itu kejujuran menuntun pelakunya pada kebaikan dan menuntunnya masuk surga, dan ia dicatat sebagai orang yang siddiq. Sebaliknya, berdusta akan menuntun pelakunya kepada perbuatan curang dan menuntunnya masuk neraka, dan ia dicatat sebagai pendusta.
    Sifat jujur itu harus tertanam pada diri seseorang karena kejujuran seseorang itu sangat di perluakan oleh orang lain terutama diri sendiri. Orang yang jujur berarti ia telah bertaqwa kepada Allah,  Karena ia selalu mengungkapkan kebenaran. Orang yang sudah benar-benar memiliki sifat kejujuran akan merasa takut setiap mengucapkan kebohongan karena ia tahu Allah maha melihat dan malaikat rokib atid akan mencatat amal baik dan buruknya
    D. Orang yang jujur dapat pertolongan Allah
    عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «مَنْ أَخَذَ أَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيدُ أَدَاءَهَا أَدَّى اللَّهُ عَنْهُ وَمَنْ أَخَذَ يُرِيدُ إِتْلَافَهَا أَتْلَفَهُ اللَّه. ﴿رَوَاهُ البُخَارِيّ وَابْنُ مَاجَه وَغَيْرُهُمَا﴾
    Dari abi Hurairah RA dari Nabi saw berkata: Barang siapa yang mengambil harta orang lain dengan bermaksud menunaikan hak dan kewajibannya, maka Allah akan menyempurnakannya, dan barang siapa yang mengambilnya, dengan maksud merusaknya, maka Allah akan merusakkannya. (HR. Bukhari, Ibn Majah dan selainnya).[9]
    Sebagian orang menentukan bahwa harta itu, ketika ada ditangannya, diperuntukkan guna menutupi berbagai kebutuhan, menyempurnakan berbagai kewajiban perjanjiannya, maka Allah akan menyempurnakan penunaian utang-piutang baginya, dibukanya pintu rezeki secukupnya sebelum ia menghitungnya. Hal itu, karena ia berniat baik dan terpuji.
    Berkehendak untuk merusak harta milik orang lain, atau mengingkari pinjaman, maka Allah akan merusaknya, dan ia akan jatuh pada niat buruk, serta Allah juga akan bukakan pintu hak menerima nafkah karena hartanya habis, atau karena ditimpa musibah.
    Niat yang saleh serta kehendak yang benar akan berpengaruh pada jenis usaha dan jalan yang ditempuhnya agar harta itu bisa diperolehnya. Niat yang buruk, akan nampak pada diri seseorang sangat membutuhkan harta. Impliasinya, akan membawa pemiliknya sikap fakir yang berlebihan, bahkan rusak dan merugi. Karena itu, tidaklah mengutang kecuali sangat membutuhkannya. Jika kamu mengutang, maka bercita-citalah untuk melunasinya. QS. An-Nisa’: 58
    ان الله يأ مركم ان تؤدّو االامنت الى اهلها واذا حكمتم بين الناس ان تحكموابالعدل ان الله نعمّا يعظكم به ان الله كان سميعا بصيرا.
    Sungguh Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum diantara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sesungguhnya, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sesungguhnya, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.
    Rasulullah Saw menyuruh agar seorang mukmin benar-benar berkeinginan untuk bisa memanfaat di dunia dan di akhirat. Maka dari itu, seorang mukmin tidak akan meninggalkan sesuatu yang telah menjadi kewajibannya, berupa; mencari harta dan kedudukan atau ilmu yang bermanfaat yang bisa menumbuhkan dalam dirinya semangat untuk menyempurnakan perbuatan baik yang mendekatkan diri dan bermanfaat di akhirat.
    Hadits ini juga, secara khusus mengandung isyarat adanya niat yang ikhlas, untuk menunaikan kewajiban-kewajiban itu, menghindarkan perolehan harta dengan cara sembunyi-sembunyi, aeperti seorang pedagang membeli barang untuk memenuhi isi gudangnya, namun niat mereka hanyalah untuk menunjukkan kepelitannya, maka Allah mengizinkan terhadapnya untuk diperangi.[10]
    Kesimpulan dalam hadis di atas mengajarkan kita untuk berkata jujur karena orang yang jujur akan mendapatkan pertolongan dari Allah swt. Hadis ini juga mengajarkan kita bagaimana cara pinjam meminjam (menggunakan harta orang lain) dengan baik, karena harta yang dipinjam itu merupakan suatu amanat yang dipercayakan oleh pemilik kepadanya. Faedah yang bisa diambil dari hadits:
    1. Kejujuran termasuk akhlak terpuji yang dianjurkan oleh Islam.
    2. Diantara petunjuk Islam hendaknya perkataan orang sesuai dengan isi hatinya.
    3. Jujur merupakan sebaik-baik sarana keselamatan di dunia dan akhirat.
    4. Seorang mukmin yang bersifat jujur dicintai di sisi Allah Ta’ala dan di sisi manusia.
    5. Membimbing rekan lain bahwa jujur itu jalan keselamatan di dunia dan akhirat.
    6. Menjawab secara jujur ketika ditanya pengajar tentang penyebab kurangnya melaksanakan kewajiban.
    7. Dusta merupakan sifat buruk yang dilarang Islam.
    8. Wajib menasihati orang yang mempunyai sifat dusta.
    9. Dusta merupakan jalan yang menyampaikan ke neraka.
    BAB III
    PENUTUP
    A. Kesimpulan
    Kejujuran adalah ketenangan hati, artinya orang yang berkata jujur dalam hidupnya akan selalu merasa tenang, karena ia sudah menyampaikan apa yang sesuai dengan realita, dan ia tidak akan merasa ragu, karena ia yakin bahwa apa yang dilakukannya adalah benar.
    Kebajikan adalah akhlak yang baik. Dan sesuatu yang membuat pelakunya menjadi baik dan termasuk golongan orang yang berbakti. Mereka itulah orang yang taat kepaada Allah. Yang dimaksud dengan akhlak yang baik ialahadil dalam muamalah, lemah lembut dalam berusaha, adil dalam hokum, berkurban, berbuat kebajikan, dan sifat-sifat kaum Mukminin lainnya.
    kejujuran akan membimbing pada kebaikan, dan kebaikan itu akan membimbing ke surga, sesungguhnya jika seseorang yang senantiasa berlaku jujur, ia akan dicatat sebagai orang yang jujur.
    B. Saran
    Dari makalah kami yang singkat ini mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kita semua umumnya kami pribadi.. Dan kami sadar bahwa makalah kami ini jauh dari kata sempurna, masih banyak kesalahan dari berbagai sisi, jadi kami harapkan saran dan kritik nya yang bersifat membangun, untuk perbaikan makalah-makalah selanjutnya.
    DAFTAR PUSTAKA

    Dimyati, Ayat. 2001. Hadits Arba’in. Bandung: Marja.
    Hassan. 2006. Bulughul Maram. Bandung : CV. Penerbit Diponegoro.
    Rahman, Dudung Abd. 2009. Kisi-kisi Materi Bekal Dakwah. Bandung : CV. Mujahid Grup.
    Bariyah, Oneng Nurul. 2007. Materi Hadits. Jakarta: Kalam Mulia.
    Syafe’I, Rachmat. 2000. Al-Hadis. Bandung: Pustaka Setia.
    Internet
    Internet

    [1] internet
    [2]Ayat Dimyati, Hadits Arba’in, (Bandung : Marja, 2001). h. 165
    [3]Ibid. h. 167
    [4] internet
    [5]Hassan, Bulughul Maram, (Bandung : CV. Penerbit Diponegoro, 2006), h. 689
    [6]Op.Cit. h. 168
    [7]Dudung Abd. Rahman, Kisi-kisi Materi Bekal Dakwah, (Bandung : CV. Mujahid Grup, 2009.h. 147
    [8]Oneng Nurul Bariyah, Materi Hadits, (Jakarta: Kalam Mulia, 2007). h. 71-72
    [9]Ibid. h. 73
    [10]Rachmat Syafe’i, Al-Hadis, (Bandung: Pustaka Setia, 2000). h. 86-87




























































































    Iklan Atas Artikel

    Iklan Tengah Artikel 1

    Iklan Tengah Artikel 2

    Iklan Bawah Artikel